Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

.

Etika dan Spiritualitas dalam Komunikasi Politik Islam

foto ilustrasi

Penulis:
Dr. Icol Dianto, M.Kom.I

 

Pendahuluan

Komunikasi politik merupakan bagian penting dari dinamika demokrasi dan partisipasi publik. Namun dalam konteks Islam, komunikasi politik bukan hanya tentang perebutan kekuasaan atau pencitraan semata. Komunikasi politik Islam membawa dimensi moral dan spiritual yang khas, menjadikannya sarana dakwah dan pendidikan sosial. Al-Qur’an dan Sunnah menjadi dasar normatif bagi proses komunikasi, termasuk dalam dunia politik. Pemimpin dalam Islam tidak hanya bertanggung jawab kepada rakyat, tetapi juga kepada Allah SWT. Oleh karena itu, komunikasi politik Islam dituntut untuk menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kejujuran, amanah, dan tanggung jawab. Dalam konteks kontemporer yang diwarnai oleh arus informasi cepat dan platform digital yang luas, komunikasi politik Islam dihadapkan pada tantangan baru yang menuntut penguatan literasi etika serta pengembangan strategi komunikasi yang adaptif namun tetap syar’i.

Pembahasan

Etika dan spiritualitas merupakan fondasi utama dalam komunikasi politik Islam. Seorang pemimpin yang menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan utama akan diarahkan untuk berlaku adil, amanah, dan menjadikan kekuasaan sebagai sarana mewujudkan kemaslahatan umat, bukan sebagai tujuan politik semata (Dianto, 2019). Komunikasi politik dalam Islam berorientasi pada prinsip rahmatan lil ‘alamin—rahmat bagi seluruh alam—yang menekankan tanggung jawab sosial, kedamaian, dan keadilan (Hamid Mowlana, 2007). Nilai-nilai seperti kejujuran (iₓidq), kebijaksanaan (ḥikmah), tanggung jawab (amānah), dan adab (etika sosial) menjadi dasar normatif bagi setiap pesan politik yang disampaikan (Ramadan, 2009).

Struktur komunikasi politik Islam mencakup lima elemen utama: komunikator politik, pesan politik, media komunikasi, audiens, dan efek komunikasi. Komunikator politik bisa berupa tokoh agama, pejabat publik, atau lembaga politik yang menyampaikan pesan dengan muatan nilai Islam. Pesan politik disampaikan secara eksplisit atau implisit, namun tetap didasarkan pada prinsip keadilan, kejujuran, dan kepedulian terhadap rakyat. Media komunikasi mencakup ceramah keagamaan, media cetak, hingga media sosial. Sementara itu, audiensnya adalah masyarakat umum, khususnya pemilih Muslim yang menjadi target dakwah politik. Efek komunikasi diukur dari perubahan sikap, persepsi, dan tindakan politik masyarakat terhadap nilai-nilai yang disampaikan (Abdullah & Sahad, 2016; E-sor et al., 2025; Hasan et al., 2024).

Dalam Islam, kebebasan berkomunikasi diakui, namun dibatasi oleh tanggung jawab moral. Manipulasi informasi dan fitnah tidak hanya mencederai etika sosial, tetapi juga bertentangan dengan ajaran tauhid (Al-Faruqi, 1982). Komunikasi politik Islam idealnya membentuk kesadaran kolektif umat dalam kerangka maqāṣid al-sharī‘ah, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan (Kamali, 2008).

Transformasi digital memperluas ruang komunikasi politik Islam, namun juga menghadirkan tantangan besar. Maraknya hoaks, Islamofobia, dan komersialisasi agama di media sosial menuntut adanya penguatan literasi media dan pedoman etika digital (El-Nawawy & Khamis, 2009). Dalam hal ini, pendekatan Integrated Marketing Communication (IMC) relevan digunakan untuk membangun komunikasi yang konsisten, kontekstual, dan strategis. IMC memungkinkan integrasi antara nilai-nilai keagamaan dengan teknik komunikasi modern, sehingga pesan dakwah politik lebih efektif dan menyentuh khalayak sasaran (Saeed, Ahmed, & Mukhtar, 2001).

Kesimpulan

Komunikasi politik Islam merupakan sebuah sistem nilai yang mengintegrasikan antara etika, spiritualitas, dan strategi komunikasi dalam kehidupan publik. Dengan berakar pada Al-Qur’an dan Sunnah, komunikasi ini menjadi instrumen dakwah dan pendidikan politik yang transformatif. Di era digital, tantangan komunikasi politik Islam semakin kompleks, namun dapat dihadapi dengan pendekatan strategis seperti IMC yang tetap berpijak pada nilai-nilai keislaman. Dengan demikian, komunikasi politik Islam dapat menjadi motor penggerak kesadaran politik umat yang adil, bermartabat, dan rahmatan lil ‘alamin.

Daftar Pustaka

Abdullah, N., & Sahad, S. (2016). Islamic Political Communication: Concepts and Implementation. International Journal of Islamic Thought, 10(2), 25–33.

Al-Faruqi, I. R. (1982). Al-Tawhid: Its Implications for Thought and Life. International Institute of Islamic Thought.

Azra, A. (2010). Islam in the Indonesian World: An Account of Institutional Formation. Mizan.

Dianto, Y. (2019). Komunikasi Politik Islam: Etika dan Nilai dalam Kepemimpinan. Jurnal Komunikasi Islam, 9(1), 55–68.

El-Nawawy, M., & Khamis, S. (2009). Islam Dot Com: Contemporary Islamic Discourses in Cyberspace. Palgrave Macmillan.

E-sor, A. et al. (2025). New Media and Political Islam in Southeast Asia. Journal of Political Communication in the Muslim World, 3(1), 12–27.

Hamid Mowlana. (2007). Theoretical Perspectives on Islam and Communication. In K. M. Campbell (Ed.), Islamic Communication Studies. Sage Publications.

Hasan, A. et al. (2024). Muslim Voters and the Digital Campaign: Ethics in Political Messaging. Journal of Digital Da’wah and Politics, 2(2), 70–89.

Kamali, M. H. (2008). Shari’ah Law: An Introduction. Oneworld Publications.

Ramadan, T. (2009). Radical Reform: Islamic Ethics and Liberation. Oxford University Press.

Saeed, M., Ahmed, Z. U., & Mukhtar, S. M. (2001). International Marketing Ethics from an Islamic Perspective: A Value-Maximization Approach. Journal of Business Ethics, 32(2), 127–142.

 

Posting Komentar

0 Komentar

HEADLINE ARTIKEL

Cara Mengirimkan Artikel Publikasi di Majalah Pendidikan dan Dakwah